Pertama, Penyampaian pesan PS maupun percakapan sama-sama disusun mengikuti logika, sistematis, dan tahap demi tahap agar pesan dapat dimengerti. Misalnya saat Ibu menjelaskan cara membuat masakan pada temannya, Ibu akan memulai dengan merinci bahan-bahan yang dibutuhkan, lalu cara menyiapkan bahan tersebut, cara memasaknya, bahkan cara menyajikannya. Saat seorang koki menjelaskan bagaimana membuat masakan di televisi, ia juga memulai dengan merinci bahan yang dibutuhkan sampai cara menyajikan masakan tersebut. Koki tersebut melakukan PS dengan cara yang sama dengan cara ibu menyusun pesan agar dapat diikuti oleh penontonnya.
Kedua, Menyesuaikan isi dan cara penyampaian dengan rekan bicara atau publik kita. Cara seorang dokter menjelaskan penyakit pada pasiennya tentu berbeda dengan saat ia menjelaskan hal yang sama pada rekannya sesama dokter. Begitu juga saat kita melakukan PS, kita akan memakai cara yang berbeda saat berbicara di depan remaja SMP dan saat di depan para guru SD.
Ketiga, Pesan disampaikan dengan tujuan mendapat dampak positif dan maksimal. Misalnya saat kita menceritakan lelucon pada teman, kita akan menyesuaikan intonasi, ekspresi, susunan kata, supaya lelucon itu dipahami dan membuat teman kita tertawa. Saat kita melakukan PS, kita juga ingin agar publik memberikan tanggapan positif dengan menyetujui apa yang kita sampaikan atau bahkan melakukan apa yang kita sarankan.
Keempat, Dalam percakapan ataupun dalam PS, pembicara harus dapat menyesuaikan apa yang disampaikan sesuai reaksi dari lawan bicaranya atau publik. Pembicara harus dapat mendengarkan masukan yang diberikan, dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Peka terhadap tata bahasa, ucapan, ekspresi wajah, dan reaksi fisik lawan bicara ataupun publik menyebabkan komunikasi menjadi efektif.