Perkembangan dunia acting dewasa ini menjadi tidak sesederhana yang dibayangkan banyak orang. Dibutuhkan keterampilan tinggi dan kerja keras artistic berupa latihan vocal yang tidak sederhana serta teknik menggerakkan tubuh yang baik. Semuaitu bertujuan agar aktor mampu menciptakan karakter, dengan meyakinkan. Dengan kata lain, dibutuhkan suatu persiapan sistematik dan ilmiah untuk mencapai tingkat keterampilan akting yang tinggi.
Padahal, pembelajaran seni peran di Indonesia tidak dikenal dalam Pengertian populer. Banyak para bintang film maupun sinetron yang sama sekali tidak melalui proses persiapan menjadi pemeran. Sementara itu, banyak aktor-aktor teater yang belum bisa konsisten dalam memukau dan memuaskan kebutuhan estetik penikmatnya. Beberapa penghargaan di bidang seni peran masih selalu menuai kontroversi atas kriteria penilaiannya maupun kompetensi para juri yang menilainya. Sehingga demikian, seni peran belum dapat tempat yang layak di mata penonton sebagai bagian dari kebutuhan estetik mereka.
Stanislavsky membagi dua aspek dasar yang membentuk acting dalam diri seorang aktor. Pertama, adalah aspek luaran (outer), yaitu sumber daya yang menyangkut suara dan fisikal (tubuh dan bagian-bagiannya) yang dinikmati penonton secara kasat indera. Kedua, adalah aspek dalam diri (inner), yaitu aspek-aspek psikologikal yang hanya bisa dirasakan oleh penonton setelah melihat gejala fisiknya dan akan mempengaruhi tingkat kepercayaan terhadap tampilan tokoh yang diperankan. Kedua aspek tersebut harus dapat dikombinasikan dengan baik oleh aktor dan aktris dan untuk memperoleh keterampilan tersebut maka mereka harus melewati latihan-latihan dasar, baik fisikal maupun psikologikal yang tidak mudah.
Menurut Stanislavsky, teknik yang harus dikuasai oleh aktor dalam mencipta peran yang meyakinkan adalah: