Kesadaran dalam Berakting [REPOST]

Akting adalah salah satu pekerjaanm bukan sekedar kegiatan. Ini harus dipegang oleh actor sejak dini, semenjak ia memutuskan untuk mempelajari seni drama dan seni teater, dan menaruh acting dalam kemauannya untuk menjadi tujuan hidupnya.

Belajar acting, atau seharusnya yang lebih kena: berlatih untuk memperoleh kecakapan,kemahiran, atau keterampilan menciptakan seni dengan alat-alat tubuh, haruslah disertai dengan keyakinan yang dapat menjamin hari depannya, bahwa kepandaiannya itu nanti akan bermanfaat bagi kehidupan kemanusiaannya.

Bagaimanapun, sebagai seuatu bentuk kerja seni, acting harus ditumbuhkan dari kesadaran-kesadaran insani yang mengikat, yang dengannya akan menentukan nilai kepribadian seorang actor. Kesadaran-kesadaran yang dimaksud itu adalah dorongan estetis, dorongan ekonomis, dan dorongan etis. Ketiga kesadaran ini merupakan kesatuan yang paripuna dalam menunjuk martabat seorang actor.

  1. Kesasdaran estetis

Penekanan ini amat Perdana, bahwa tidaklah mungkin pekerja kesenian memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan ekspresi keindahan, tanpa dilatari oleh realitas akan adanya keindahan alami di mana ia ada di dalamnya sebagai bagian yang terpadu. Kebenaran akan realitas dirinya di atas realitas alami itu merupakan sumber kerja keseniannya. Yang menentukan lahirnya kesenian adalah dorongan keindahan untuk mengekspresikan keindahan alami itu menjadi bentuk yang ada sebagai keindahan seni.

  1. Kesadaran etis

Keindahan alami di mana manusia merupakan bagian yang nyata hidup di atasnya, adalah sesuatu yang seyogyanya diterima dogmatis. Artinya, di situ ia secara mempercayai realitas insani di atas realita alami sebagai eilayah dari realitas ilahi. Dengan menaruh rasa percaya pada realitas ini, berarti ia telah menerima pikiran yang hakiki, bahwa sumber segala keindahan itu adalah sang Ilahi, pencipta alam dan segala isinya. Kesenian yang bertanggungjawab ssepatutnya terdiri atas kesadaran ini.

  1. Kesadaran ekonomis

Apa yang ia lakukan tadi adalah salah satu wujud penafsiran. Kemampuan untuk mewujudkan penafsiran atas realitas insani dimana ia merupakan bagian dari realitas alami itu adalaj suatu karsa, suatu upaya, suatu usaha, suatu pekerjaan yang tipikal dari ikhtiar kemanusiaan manusia. Dan, sebagai pekerjaan yang manusiawi, dengan sendirinya karsa itu harus memberikan penghasilan, pendapatan, atau penghargaan yang menjamin hidup dan kehidupannya.

 

 

 

 

Source:

Yapi Tambayong, Akting Susah-Susah Gampang, Jakarta: KPG

Share
← Prev Project Back to Works Next Project →